Saat itu,
Kerdipan
matamu, memuja-muja hatiku,
Manis
senyummu, bertakhtakan butir permata,
Menghirup
segala nestapa,
Aku jatuh,
Dalam, jauh
ke lubuk hatimu,
Terpanah
tulus hatimu,
Sempurnamu
di mataku,
Biar, sinar
mataku tidak menilainya,
Tapi, hatiku
telah mengukirkannya,
Putih
jiwamu,
Terungkap
dalam titis-titis belaianmu,
Mengiringi
si buta,
Yang
dahagakan cinta.
Pastinya,
Terpaanmu di
garis hatiku,
Akan terus
melekat,
Bak sarang
tempua,
Di dahan
pohon tua
Tidak lagi
beralih,
Biar angin cemburu
membadainya.
Biar terik
prasangka menyala-nyala,
Ia tetap di
situ,
Setia seperti aku.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan